Tiis ibun ampih pikir; nyaho ka badan pribadi, tangtu nyaho Ka-Islamanana. Sing karasa sing kapanggih, ari anu tujuh lawang jadi RATU, aya dina diri

Minggu, 12 Juni 2011

ulin ah...tas sakola desa

Kita banyak mengenal permainan dan nyanyian yang sering dikumandangkan jaman dulu khususnya di daerah jawa barat, namun di akhir tahun 90-an nyanyian dan permainan ini telah hilang termakan oleh pesatnya perkembangan jaman, dimana kita belum siap menerima hal-hal baru yang terkirim dari entah dunia mana. dan kita pun banyak kehilangan jiwa kehidupan. ada satu pepatah atau entah apa itu namanya "bagaimana kita akan maju jikalau kita tidak tahu dari mana dan bagaimana budaya kita" dan mungkin kata-kata ini yang cocok untuk saat ini. karena kita hanya mengenal kulit kacang tanpa mengetahui isinya.yang akhirnya banyak diantara kita ketika sudah masuk usia dewasa, kita baru sibuk dengan pencarian jati diri. jadi kapan sebenarnya kita akan dewasa ? apakah makna dewasa adalah saat-saat kita bingung dan pusing dalam pencarian jati diri???


1. Ambila-ambilan
Ambil-ambilan turuktuk hayam samantu
saha nu di ambil
kami mah budak pahatu
purah nutu purah ngejo
purah ngasakan baligo
purah tunggu bale gede
nyerieun sukuna kacugak ku kaliage
aya ubarna urat gunting sampurage
tiguling nyocolan dage.

2.Cingciripit
Cingciripit
tulang bajing kacapit
kacapit ku bulu pare
bulu pare seuseukeutna
jol Pa Dalang
mawa wayang jrek-jrek nong.....

3.Lalandakan
Landak landak sonari
kop cau kop tiwu
hakaneun sia janari
bekel miang ka batawi
kop jurig jarian
kop jurig tangkod
kop jurig pacilingan
kop jurig onom......

4.Oray-orayan
Oray orayan
luar leor mapay sawah
tong ka sawah
parena keur sedeng beukah
Oray-orayan
laur leor mapay leuwi
tang ka leuwi
di leuwi loba nu mandi
Oray-orayan
oray naon, orya bungka, bungka naon, bungka laut
laut naon, laut dipa, dipa naon,...dipandeuriiiii...

pagaewan urang ker leuitik

Kehidupan anak-anak di masa lalu jauh berbeda dengan anak-anak masa kini, terutama dalam hal permainan. Anak-anak tempo dulu kerap bermain dengan alam dan kehidupannya. Sedangkan anak-anak masa kini sudah dihadapkan pada berbagai permainan yang berbau elektronik dan barang-barang jadi yang siap dibeli di toko-toko mainan maupun Super Market atau Mall.
Anak-anak tempo dulu, permainannya kerap kali dihadapkan pada alam dan lingkungan sekitarnya. Permainan di malam hari tidak sama dengan permainan di pagi hari, siang hari, maupun sore hari. Selain itu juga cuaca maupun musim amat menentukan cirri khas dari permainan anak-anak tempo dulu. Sedangkan anak-anak zaman sekarang tidak lagi terpaut pada waktu, tempat maupun musim. Kapan saja dimana saja mereka bisa bermain dengan leluasa.

Berikut ini beberapa “Kaulinan Barudak Zaman Baheula” (Permainan Anak-anak Tempo Dulu) yang biasa dinyanyikan sekaligus menjadi ajang permainan rutin anak-anak di Tatar Sunda Tempo Dulu.

Salah satu permainan dalam bentuk kakawihan barudak (nyayian anak-anak) berupa dialog antara seseorang atau kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya. Berikut adalah beberapa contoh lirik lagu yang merupakan Kakawihan Barudak Zaman Baheula antara lain :

Ambil-ambilan

X : Ambil-ambilan

Turuktuk hayam samantu
Y : Saha nu diambil kami mah teu boga incu

Boga ge anak pahatu
X : Pahatu ge daek

Purah nutu purah ngejo

Purah ngasakan baligo
Y : Nyerieun sukuna

Kacugak ku kaliage
X : Aya ubarna kulit munding campur dage tiguling nyocolan dage

(Ambri, Moh)

Cincangkeling

Lagu kakawihan anak-anak usia 8-12 tahun. Anak-anak menyanyikannya berulang-ulang makin lama temponya makin cepat.

Teks lagunya adalah sebagai berikut :

Cingcangkeling manuk cingkleung cindeten

Plos kakolong Bapa Satar buleneng

Cokcang

Salah satu kakawihan barudak (nyanyian anak-anak) dilakukan di halaman atau di beranda rumah. Untuk menentukan anak berperan sebagai kucing pada permainan kucing-kucingan. Anak yang menjadi kucing adalah anak yang tepat mendapat suku kata terakhir dari bait lagu tersebut.

Lirik lagunya sebagai berikut :

Cang cang si pencok si kacang

Si niti anggolati

Dog clo

Blo lo nyon

Anak yang tepat pada akhir kata (nyon) ialah yang menjadi kucing.

Dingding Kiripik

Langkah awal jika anak-anak hendak bermain kucing-kucingan, untuk menentukan siapa yang menjadi kucing. Salah seorang diantara mereka membeberkan telapak tangan kiri sambil menumpangkan telunjuk kanannya, kemudian diikuti oleh telunjuk-telunjuk kanan anak-anak yang ikut main.

Mereka bersama-sama menyanyikan lirik :

Dingding kiripik tulang bajing kacapit

Saha nu kacapit jadi ucing?

Tepat ketika mengucapkan ucing telapak tangan itu dikepalkan, barang siapa yang telunjuknya terjepit ialah yang menjadi ucing. Segala permainan ucing-ucingan bisa diawali oleh “dingding kiripik”, misalnya ucing udag, ucing peungpeun, ucing kalangkang, dan sebagainya.

Tuktuk Brung Tuktuk Brak

Permainan dan nyayian anak-anak. Dilakukan oleh dua kelompok anak-anak secara bergililran tarik menarik, dilakukan didepan rumah atau halaman. Ketika menyayikan “nyed em nyed”, salah satu kelompok menarik kelompok lain yang diakhiri dengan robohnya kelompok yang lain.

Berikut adalah syair lagunya :

Tuktuk brung tuktuk brak buntut lutung panjang rubak

Dicentok-centok barudak barudak salawe widak

Nyed em nyed em nyed nyed em nyed

Ucang-ucang Angge

Ucang-ucang angge adalah nama lagu anak-anak. Dengan lagu ini kita mengajak anak-anak yang masih kecil bermain. Biasanya dilakukan oleh orang tua atau kakaknya, seolah-olah anak itu sedang menunggang kuda.

Permainannya dilakukan dengan cara seseorang duduk ditempat yang lebih tinggi, misalnya diatas kursi atau ranjang dan kedua kakinya tergantung diatas lantai. Anak kecil itu didudukkan diatas kedua punggung kakinya, sedangkan kedua tangannya dipegang oleh si orangtua atau kakaknya, yang kanan oleh tangan kiri dan yang kiri oleh tangan kanan. Lalu kaki digerak-gerakkan ke atas dan ke bawah. Gerakan kaki demikian disebut ucang-ucang. Pada waktu menyanyikan larik terakhir (ari gog gog cungungung) kedua kaki itu diangkat tinggi-tinggi.

Ucang-ucang angge dapat juga dilakukan dengan si orang tua tidur telentang dengan kedua kaki diangkat ke atas, kemudian si anak naik dan duduk di ujung kaki yang terangkat seolah sedang naik diatas pelana kuda. Muka si anak dan yang mengangkatnya biasanya saling berhadapan dengan posisi si anak diatas, yang menjadi kudanya di bawah, dan kedua tangan si anak dipegang dari bawah. Sambil mengayun naik turun diiringi dengan lagu Ucangn ucang angge dalam laras salendro surupan 1 = Barang.

Pada lirik ari gog gog cungungung gerakan kaki diangkat lebih tinggi, bahkan waktu diturunkan muka si anak sengaja didekatkan pada muka yang mengayunkannya. Biasanya anak-anak pada bagian ini tertawa riang, demikian berulang-ulang dilakukan sampai yang mengayun kecapaian.

Berikut adalah syair lagu Ucang-ucang Angge :

Ucang-ucang angge mulung muncang kaparangge

Digogog ku anjing gede anjing gede nu mang Lebe

Anjing leutik nu Ki Santri ari gog gog cungungung

Ari gog gog cungungung

Beklen

Salah satu bentuk permainan anak-anak perempuan pada waktu senggang di tempat yang keras dan rata, dengan mempergunakan bola beklen dan biji-bijinya yang terbuat dari loyang atau kuwuk sebanyak 10-12 biji. Permainan ini dilakukan oleh lebih dari satu orang anak. Untuk anak menentukan siapa anak yang akan main pertama diadakan undian dengan cara suten bila hanya dua anak yang main atau hompimpah bila lebih dari dua orang atau. Barang siapa yang menang dialah yang pertama kali main dan jika pemain pertama itu lasut (gagal) maka permainan dilanjutkan oleh pemain kedua, dan seterusnya.

Cara bermainnya, pertama menaburkan biji-bijian yang diupayakan supaya tidak terpencar berjauhan tapi juga tidak berhimpitan. Kemudia si anak melambungkan bolanya ke atas. Sewaktu bola melambung keatas, sianak mengambil biji-bijin yang terserak tersebut. Pengambilan biji satu-satu disebut mihiji, apabila dapat menyelesaikan mihiji kemudian midua (mengambil biji dua-dua dan seterusnya sampai pengambilan semua biji yang dimainkan sekaligus). Jika biji tidak terambil, bola tidak tertangkap, atau gudir (menyentuh biji yang belum waktunya diambil) maka dinyatakan lasut dan permainan diganti oleh anak berikutnya. Barang siapa yang bisa menyelesaikan permainan dari mihiji sampai mi terakhir dalam satu kali main dinyatakan sebagai pemenang.

Congklak

Permainan anak-anak perempuan dengan alat seperti perahu kecil yang memilliki 16 lekukan bundar sebagai tempat 98 biji ataupun kewuk (kulit kerang) disebut juga congkak, daku atau dakon. Permainan ini kadang-kadang dilakukan juga oleh kaum ibu. Badan congklak terbuat dari kayu yang diberi 16 lekukan bundar. Lekukan kecil terdiri dari 14 buah yang dijadikan 2 deretan, masing-masing disebut anak. Kemudian 2 buah lekukan besar disebut indung (induk) yang terletak di bagian tengah badan kayu disebelah kiri dari masing-masing deretan.

Masing-masing lekukan diisi 7 biji kewuk (kecuali 2 lekukan indung dikosongkan). Permainan dilakukan oleh dua orang berhadapan. Masing-masing mempunyai 7 buah lekukan anak dengan 1 lekukan indung yang terletak di sebelah kirinya. Kedua pemain bersama-sama mengambil kewuk dari salah satu lekukan anak yang dimilikinya lalu dibagikan kesetiap lekukan dan indung (kecuali indung lawan) secara merata. Jika kewuk terakhir jatuh pada lekukan yang kosong, maka si pemain harus berhenti sebab dianggap mati. Jika mati ditempat lekukan miliknya dan kebetulan lekukan dihadapannya (milik musuhnya) berisi kewuk-kewuk, maka kewuk milik musuhnya itu menjadi haknya dan disimpan di indungnya. Kejadian itu disebut nembak.

Permainan selesai jika semua kewuk yang semula terdapat dilekukan anak, pindah kelekukan indung masing-masing. Yang mendapat kewuk lebih banyak menjadi pemenang. Jika permainan akan diteruskan, maka kewuk itu dibagi-bagikan lagi pada lekukan-lekukan anaknya masing-masisng. Yang jumlah kewuknya kurang, harus menutup lekukan yang tidak kebagian kewuk yang dianggap pecak (buta). Yang menang mendapat giliran pertama untuk membagikan kewuk. Lekukan yang pecak harus dilewati (tidak diisi). Permainan selesai jika salah seorang tidak sanggup lagi meneruskan permainan karena kewuknya kurang dari 7 (untung mengisi satu lekukan anak).

Gatrik

Permainan gatrik ini juga disebut tokle. Permainan anak-anak ini caranya dengan mempergunakan dua batang ranting kayu atau rotan, satu panjang dan satu pendek. Kayu atau rotan pendek berukuran 10-12,5 cm, dan yang panjang 30-37,5 cm, biasanya diameter 1-2 cm. Perlengkapan lain adalah 2 buah bata yang yang dipasang berpasangan dengan jarak antra 7-10 cm, tempat menaruh keratan bambu pendek jika hendak main.

Permainan dimulai setelah dilakukan suten. Yang menang meletakkan bambu pendek diatas bata, mencungkilnya dengan bambu panjang, agar terlempar sejauh-jauhnya. Yang kalah berusaha menangkap bambu pendek itu. Jika berhasil menangkapnya, ia memperoleh nilai 10. Jika tidak, ia harus melemparkan bambu pendek itu kearah sepasang bata itu, bila bata itu tersenggol oleh bambu itu maka ia menjadi pemain.

Musuhnya menjadi penjaga. Jika tidak terjadi penggantian pemain, si pemain melemparkan bambu pendek yang harus dipukul sekeras-kerasnya dengan bambu panjang agar jatuh sejauh mungkin. Jika tertangkap, si penjaga memperoleh angka 25. Apabila tidak tertangkap si penjaga harus melemparkannya ke arah bata. Kalau lemparan bisa masuk celah bata itu ia dapat nilai lagi 10. Jika si pemain berhasil memukul balik bambu pendek itu sebelum jatuh ke tanah, maka si pemain mendapat nilai sejumlah hitungan jarak dari bata ke tempat jatuhnya bambu yang diukur dengan bambu panjang. Misalnya saja jauhnya 50 kali dari panjang bambu, berarti ia mendapat nilai 50.

Permainan dilanjutkan dengan gatok lele, yaitu si pemain mencungkil dan memukul bambu pendek dengan bambu panjang agar jatuh sejauh mungkin. Jika si penjaga bisa menangkapnya ia memperoleh nilai 25. Jika tidak maka si pemain berhak mengumpulkan nilai dengan mengukur jarak jatuhnya bambu. Jika sebelum dipukul jauh, bambu itu dipukul pelan dulu beberapa kali, asal tidak jatuh ke tanah, maka hitungan pendapatan si pemain jadi berlipat. Jika dipukul dua kali, lipat dua; kalau tiga kali lipat tiga; dan seterusnya. Sebab itu gatok lele merupakan kesempatan meraup angka bagi si pemain. Jumlah angka ini sudah ditetapkan batasnya, 200 atau 250. Jika batas itu telah tercapai, maka permainan selesai. Yang paling dulu mencapai angka itu keluar sebagai pemenang.

Hahayaman

Permainan anak-anak, menggambarkan seekor ayam yang dikejar oleh seekor musang dengan penjaga kandang dalam bentuk lingkaran. Penentuan anak yang menjadi ayam dan musang dilakukan dengan diundi. Anak-anak lain berpegangan untuk membentuk lingkaran sebagai penjaga kandang. Ayam berupaya jangan sampai tertangkap oleh musang. Musang sebaliknya terus mengejar mau menerkam ayam. Anak-anak lain yang menjadi penjaga kandang berusaha sekuat tenaga agar jangan sampai jebol oleh musang.

Apabila musang dapat menjebolnya ayam berusaha cepat keluar dan sebaliknya. Permainan selesai jika ayam tertangkap oleh musang atau musang merasa lelah karena tidak dapat menangkap ayam. Jika ayam tertangkap maka musang dianggap menang. Sebaliknya jika ayam tidak dapat tertangkap, maka ayam dinyatakan sebagai pemenang. Permainan ini biasa dilakukan baik pada siang hari maupun malam hari ketika terang bulan, di halaman rumah.

Kobak

Permainan anak-anak yang mempergunakan uang logam (benggol) atau benda bulat lainnya. Pemain terdiri dari anak-anak usia 7-12 tahun dengan jumlah pemain 2-5 orang. Sebelum bermain mereka terlebih dahulu membuat kobak (lubang) dangkal dan membuat garis pelemparan yang berjarak antara 3-5 meter dari lubang, kemudian mengadakan undian untuk menentukan siapa yang akan bermain terlebih dahulu. Caranya cukup dengan melemparkan benggol atau gundu kearah lubang. Anak yang dapat memasukkan uang ke lubang dialah yang pertama bermain. Kalau tidak ada yang dapat memasukkan uang ke lubang, maka dipilih benggol yang paling dekat ke lubang jika ada dua orang atau lebih yang berhasil memasukkan, maka diundi lagi dengan cara yang sama.

Cara bermainnya, bagi anak yang mendapat giliran, berusaha untuk memasukkan uang logam lawan-lawannya ke dalam lubang. Apabila uang itu masuk, dialah pemenangnya dan benggol atau gundu milik musuhnya harus ditebus oleh uang atau benda lainnya sesuai dengan perjanjian. Tapi bila gagal memasukkannya, ia digantikan oleh pemain berikutnya.

Para penonton biasanya terdiri dari orang dewasa dan anak-anak yang menjadi penggembira serta para pemain kobak lainnya. Dengan adanya penggembira pemain lebih bersemangat. Dalam perkembangan selanjutnya, anak-anak main kobak bukan dengan taruhan uang tetapi memakai karet gelang

kaulinan urang cimande baheula

Setiap manusia selalu melewati masa kecil atau anak-anak. Anak (jamak: anak-anak) adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, dimana kata “anak” merujuk pada lawan dari orangtua, orang dewasa adalah anak dari orangtua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Walaupun begitu istilah ini juga sering merujuk pada perkembangan mental seseorang, walaupun usianya secara biologis dan kronologis seseorang sudah termasuk dewasa namun apabila perkembangan mentalnya ataukah urutan umurnya maka seseorang dapat saja diasosiasikan dengan istilah “anak”.
Seseorang yang sedang memasang permainan Kolecer
Pada saat sekarang ini kehidupan masa kecil anak-anak masyarakat Indonesia, banyak terenggut oleh kehidupan yang menuntut mereka untuk bekerja dan pendidikan yang mengarah kepada pendidikan formal dibanding kepada pendidikan yang mengarah kepada dalam lingkungan keluarga. Kondisi anak sekarang Cenderung di tuntut untuk menyelesaikan pendidikan formal, tanpa memperhatikan kondisi psikologis perkembangan anak. Sebagai Contoh; pada pendidikan usia dini atau lebih dikenal dengan istilah Taman Kanak Kanak (TK), seorang anak sudah di tuntut untuk bisa membaca dan berhitung dari pada bermain. Pola pendidikan seperti ini muncul dari dunia Barat, bahwa pendidikan formal harus dilakukan sejak usia dini. Sehingga akhirnya masyarakat kita sangat ketergantungan kepada yang namanya pola pendidikan Barat, sampai dengan pendidikan atau perguruan tinggi.
Kita harus menyadari bahwa semua tindakan manusia akan mengalami dampak terhadap kebutuhan untuk menunjang kelengkapan demi menunjang pola pendidikan seperti itu, Seperti membeli mainan modern, buku yang mahal dan alat peraga pendidikan yang di hasilkan dari pabrik-pabrik yang berasal dari barat. Keadaan pola hidup seperti ini akhirnya mengakibatkan kesenjangan sosial dalam masyarakat, hingga akhirnya ada pengelompokan orang miskin dan orang kaya. Pengelompokan ini juga akhirnya berpengaruh kepada pola pendidikan anak-anak, bagi mereka yang termasuk orang miskin tidak bisa memasukan anaknya kepada pendidikan orang kaya karena biaya pendidikan yang mahal. Mainan untuk orang-orang kaya sendiri akhinya mengalami perubahan, mereka tergantung kepada hasil perbuatan pabrik-pabrik. Sedangkan permainan untuk orang-orang miskin bersifat murahan dan kotor.
Pada zaman sekarang kita harus menggarisbawahi kalau ternyata tempat bermain anak-anak sendiri sudah di sekat-sekat atau digolongkan. Bagi anak-anak dari orang kaya mereka tidak diperbolehkan untuk bermain di tempat anak-anak orang miskin karena di indentikan dengan kotor. Anak orang kaya kecenderungan bermain di tempat permainan yang sudah dikelola secara profesional, rapih dan bersih. Bagi anak-anak dari golongan orang miskin biasanya mereka bermain di tempat-tempat kotor seperti lapangan tanah, hutan, pinggir kali, dll.
Kolecer sebagai sebuah tradisi permainan masyarakat Sunda
Keadaan yang dikondisikan oleh lingkungan pendidikan barat dan tuntutan yang lebih ini akhirnya membawa anak-anak kepada pola permainan yang jauh dari permainan rakyat atau tradisional. Mainan tradisional dinggap sebagai mainan kelas bawah, kotor, berbahaya, dan tidak berkualitas. Kondisi seperti ini akhirnya menghantarkan anak-anak kita kepada ketidaktahuan akan permainan tradisional yang sudah jauh berkembang sebelum mereka lahir.
Permainan tradisional sebenarnya sebenarnya selalu berkaitan dengan alam sekitar. Ini disebabkan keakraban manusia hidup bersama alam dalam kesehariannya. Hukum alam dipahami sebagai ‘hukum Tuhan’ yang sangat dipatuhi, sehingga ketika manusia akan bersentuhan dengan alam, mereka akan sadar diri akan Tuhannya. Hubungan harmonis ini selalu dilestarikan melalui sikap hidup sehari-hari, termasuk dalam menyiapkan generasi penerus. Kesadaran itu diterapkan dalam tata asuh anak yang mampu menjaga dan menghormati alamnya.
Permainan dan mainan sangat dekat sekali dengan pola perkembangan hidup seorang anak bahkan permainan ini akan mampu mengembangkan daya pikir anak anak secara tidak langsung. Permainan tradisional pada masyarakat Indonesia selain memperlihatkan dengan alam juga memperhatikan kebutuhan anak dalam mencapai perkembangan usianya, bahkan material yang digunakan untuk membuat permainan juga tergantung kepada material yang di sediakan oleh alam. Ini membuktikan bahwa pola hidup masyarakat di pengaruhi oleh lingkungan alam dan berpengaruh terhadap perkembangan anak serta mainan dan permainannya.
Karinding
Kondisi lingkungan bermain bagi anak yang sudah berbeda, menjadikan permainan tradisional jarang di mainkan oleh anak-anak sekarang, mereka lebih mengenal jenis permainan yang bersifat elektronik dan digital. Jenis permainan tradisional seolah-olah tersingkirkan dari lingkungan anak-anak tergerus oleh permainan modern.
Kalau melihat jenis dan bentuk permainan tradisional di Indonesia berjumlah sangat banyak, di setiap daerah banyak yang memiliki kesamaan dalam bentuk tapi penamaan yang berbeda. Keragaman ini dipengaruhi oleh lingkungan alam yang menyediakan material untuk di jadikan alat permainan. Kekhasan alam dan lingkungan wilayah Sunda atau Tatar Sunda, Parahyangan berpeluang terciptanya keragaman jenis mainan dan permainan yang ada. Latar belakang dan sejarah masyarakat Sunda termasuk kehidupan ladangnya, berbeda dengan daerah lain di pulau Jawa, yang kemudian secara bertahap menciptakan pola asuh anak yang berbeda pula di setiap tempat. Demikian pula jenis dan kerakter lahirnya bentuk desain mainan dan permainan amat dipengaruhi oleh pola asuh.
Untuk beberapa wilayah pedalaman atau desa-desa adat Sunda, terutama pada saat upacara adat, permainan tradisional rakyat ini sering kali di tampilkan sebagai pelengkap dari kegiatan upacara. Seperti yang terjadi pada upacara seren taun di desa Cigugur Kuningan, mereka menggunakan media gogolekan untuk persembahan kepada Hyang Pohaci. Pada masa anak-anak gogolekan tersebut merupakan permainan anak yang dimainkan ketika ikut bersama orang tuanya ke kebun atau ke sawah meskipun dengan menggunakan material yang berlainan. Hal ini pun sama terjadi pada alat-alat kesenian di Jawa Barat yang dimainkan oleh orang dewasa pada saat upacara, selamatan, perayaan, banyak yang menggunakan alat musik yang pada masa kecil digunakan dan di mainkan seorang anak.
Kekayaan alam, kekayaan lingkungan, kedamaian dan kekayaan rasa yang membentuk sebuah masyarakat yang sadar akan kepentingan generasinya melalui tahapan bermain. Kekayaan budaya yang ada dan melimpah ini adalah sebuah kekayaan yang perlu di pertahankan keberadaannya karena merupakan hasil karya dan cipta masyarakat Sunda. Keberadaan mainan dan permainan tersebut tersebar ke berbagai wilayah Sunda yang berada dalam tempat yang merupakan wilayah kasepuhan yang dianggap masih mempertahankan budaya Sunda Lama, baik itu yang terbentuk dari wilayah Kabuyutan, peninggalan kerajaan Sunda, Keratuan, dan kesatuan-kesatuan yang masih patuh pada aturan-aturan yang ditetapkan oleh leluhur mereka untuk di taati dan di laksanakan. Di wilayah Kasepuhan dan Kampung Adat diharapkan mainan anak khas yang lahir di daerah itu dapat membantu mempertahankan adat dan tradisi leluhur.
Alat mainan tradisional langka dimainkan oleh anak-anak masa kini, bahkan di pedesaan pun jarang terlihat anak membuat mainan dari material alam disekitarnya. Mainan modern yang terbuat dari bahan-bahan plastik, kertas dan logam lebih banyak didapat oleh anak. Di tahapan pendidikan usia dini secara formal maupun informal, mainan tradisional hampir tidak diperkenalkan lagi sebagai media bermain anak, hal ini karena terbatasnya sumber dan data tentang mainan yang ada. Padahal mainan, hakikatnya dapat dijadikan media belajar bagi anak, seperti melatih melatih gerak motorik dan kreativitas. Mainan merupakan sebuah media yang dapat melatih kecerdasan dan keterampilan, namun sayang mainan tersebut bukan berasal dari budaya masyarakat setempat. Pelbagai bentuk permainan dan mainan tradisional masyarakat sangat dekat dengan alam sekitar. Alam hakikatnya menyediakan media mainan yang tak terbatas bagi anak.
Cara memainkan Karinding
Namun kemajuan teknologi ternyata amat mempengaruhi perkembangan mainan dan permainan anak tradisional, baik fungsi maupun pilihan materialnya. Perubahan dan pengembangan mainan yang terjadi di masyarakat masa kini umumnya dikarenakan keberadaan material alam yang sulit diperoleh, atau fungsi mainan yang sudah bergeser. Bahkan beberapa mainan sudah punah dan ada pula yang berubah penggunaan material dasarnya meskipun fungsinya sama, terutama hal itu terjadi di perkotaan.
Permainan Dalam Masyarakat Sunda
Permainan dan bermain dua hal yang tidak bisa di pisahkan dari lingkungan anak-anak, permainan rakyat di Sunda jaman dahulu menempati kedudukan yang penting, hal ini sejalan dengan yang diungkapkan dalam Naskah Siksa Kanda Ng Karesian yaitu naskah yang berasal dari Kabuyutan Ciburuy yang berada di lereng gunung Cikuray Garut Selatan, menempatkan seorang yang mempunyai keahlian dalam permainan di sejajarkan dengan keahlian lain seperti ahli pantun, ahli karawitan, ahli cerita atau dalang, ahli tempa, ahli ukir, ahli masak, ahli kain dan keahlian lainnya dalam Siksa Kanda Ng Karesian tertulis “……..Hayang nyaho di pamaceuh ma: ceta maceuh, ceta nirus, tatapukan, babarongan, babakutrakan, ubang-ubangan, neureuy panca, munikeun le(m)bur, ngadu lesung, asup kana lantar, ngadu nini; singsawatek (ka) ulinan mah empul tanya…..” (“….Bila ingin tahu permainan, seperti: ceta maceuh, ceta nirus, tatapukan, babarongan, babakutrakan, ubangubangan, neureuy panca, munikeun le(m)bur, ngadu lesung, asup kana lantar, ngadu nini: segala macam permainan, tanyalah empul…” ) (Saleh Danasamita,1986: 83, 107).
Naskah Siksa Kanda Ng Karesiang dinggap sebagai salah satu sumber untuk mengetahui sejarah dan bidaya di tatar Sunda. Di dalam Naskah Siksa Kanda Ng Karesian di sebutkan ada 11 jenis permainan yang ada pada masa itu. Permainan tersebut yaitu : Ceta maceuh, Ceta nirus, Tatapukan, Babarongan, Babakutrakan, Ubang-ubangan, Neureuy Panca, Munikeun Lembur, Ngadu lesung, Asup kan lantar, Ngadu nini. Hal yang menarik adalah adanya kesamaan nama antara nama kawih dan nama permainan (pamaceuh) adalah pada jenis babarongan, di jenis kawih juga di sebutkan adanya babarongan jadi dimungkinkan adanya jenis permainan yang harus di ikuti oleh kawih (nyanyian) babarongan. Penelusuran langsung dilakukan oleh penulis ke daerah Kabuyutan Ciburuy di lereng gunung Cikuray Garut Selatan, yaitu tempat di temukannya naskah Siksa Kanda Ng Karesian.
Ilustrasi seorang anak-anak yang sedang memainkan permainan Jajangkungan
Dalam pendidikan tradisonal, penghargaan terhadap seorang anak sangat penting hal ini seperti diungkapkan dalam Naskah Siksa Kanda Ng Karesian bahwa anak pun bisa menjadi teladan untuk orang dewasa ungkapannya yaitu bahwa mendapat ilmu dari anak disebut guru rare. Mendapat pelajaran dari kakek disebut guru kaki, mendapat pelajaran dari kakak disebut guru kakang, mendapatkan pelajaran dari toa disebut guru ua. Mendapat pelajaran di tempat bepergian, di kampung di tempat bermalam, di tempat berhenti, di tempat menumpang, disebut guru hawan. Mendapat pelajaran dari ibu dan bapak disebut guru kamulan (Saleh Danasasmita, 1987: 104). Ini membuktikan bahwa kedudukan masing-masing akan menjadi sebuah teladan bagi lainnya, begitu pula seorang anak hakikatnya menjadi ‘guru’ bagi yang lainya.
Apa yang ditulis dalam naskah Siksa Kanda Ng Karesiang merupakan sebuah bukti bahwa masyarakat Sunda mencintai permainan sebagai sebuah cara untuk mendidik anak dan sebagi sebuah hiburan. Permainan-permainan ini diperkirakan sangat brarti dan Berjaya pada lingkungan masyarakat Sunda pada zaman dulu terutama pada zaman kerajaan. Ini semua merupakan sebuah bentuk tingkat kecerdasaan untuk menciptakan sebuah karya yang sangat di perlukan dalam masyarakat, mereka sangat memeperhatikan alam sekitar sebagai bahan dan jenis permainannya, sehingga permainan yang ada sangat di perngaruhi oleh alam dan lingkungan sekitar.
Jenis-jenis Permainan di Masyarakat Sunda Lama
Berikut adalah beberapa jenis permainan yang berkembang di tatar Sunda:
Bebeletokan
Suling
Ketepel
Anjang-anjangan
Encrak
Panggal-gasing
Sasapian
Angsretan
Bedil Sorolok
Tok-tokan
Celempung
Karinding
Jajangkungan
Kukudaan
Sesengekan
Kelom batok
Kokoprak
Empet-empetan
Bangbara ngapung
Ker-keran
Sumpit
Bedil jepret
Rorodaan
Gogolekan
Keprak
Ewod
Kekerisan
Simeut cudang
Sisimeutan
Posong
Pamikatan
Nok-nok
Dog-dog
Hatong
Toleot
Hahayaman jukut
Dodombaan
Kakalungan
Golek kembang
Kolecer
Sanari

sejarah pasundan

Pada tahun 1998, suku Sunda berjumlah kurang lebih 33 juta jiwa, kebanyakan dari mereka hidup di Jawa Barat dan sekitar 1 juta jiwa hidup di provinsi lain. Dari antara mereka, penduduk kota mencapai 34,51%, suatu jumlah yang cukup berarti yang dapat dijangkau dengan berbagai media. Kendatipun demikian, suku Sunda adalah salah satu kelompok orang yang paling kurang dikenal di dunia. Nama mereka sering dianggap sebagai orang Sudan di Afrika dan salah dieja dalam ensiklopedia. Beberapa koreksi ejaan dalam komputer juga mengubahnya menjadi Sudanese (dalam bahasa Inggris).
Pada abad ke-20, sejarah mereka telah terjalin melalui bangkitnya nasionalisme Indonesia yang akhirnya menjadi Indonesia modern.
Kata Sunda artinya Bagus/ Baik/ Putih/ Bersih/ Cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah ada sejak zaman Salaka Nagara tahun 150 sampai ke Sumedang Larang Abad ke- 17, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun.
Sunda merupakan kebudayaan masyarakat yang tinggal di wilayah barat pulau Jawa dengan berjalannya waktu telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Sebagai suatu suku, bangsa Sunda merupakan cikal bakal berdirinya peradaban di Nusantara, di mulai dengan berdirinya kerajaan tertua di Indonesia, yakni Kerajaan Salakanagara dan Tarumanegara sampai ke Galuh, Pakuan Pajajaran, dan Sumedang Larang. Kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang cinta damai, selama pemerintahannya tidak melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Keturunan Kerajaan Sunda telah melahirkan kerajaan- kerajaan besar di Nusantara diantaranya Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon, Kerajaan Banten, dll.
Tidak seorang pun yang tahu kapan persisnya pola-pola Hindu mulai berkembang di Indonesia, dan siapa yang membawanya. Diakui bahwa pola-pola Hindu tersebut berasal dari India; mungkin dari pantai selatan. Tetapi karakter Hindu yang ada di Jawa menimbulkan lebih banyak pertanyaan dari pada jawabannya. Misalnya, pusat-pusat Hindu yang utama bukan di kota-kota dagang di daerah pesisir, tetapi lebih di pedalaman. Tampaknya jelas bahwa ide-ide keagamaanlah yang telah menaklukkan pemikiran orang setempat, bukan tentara. Sebuah teori yang berpandangan bahwa kekuatan para penguasa Hindu/India telah menarik orang-orang Indonesia kepada kepercayaan-kepercayaan roh-magis agama Hindu. Entah bagaimana, banyak aspek dari sistem kepercayaan Hindu diserap ke dalam pemikiran orang Sunda dan juga Jawa.
Karya sastra Sunda yang tertua yang terkenal adalah Caritha Parahyangan. Karya ini ditulis sekitar tahun 1000 dan mengagungkan raja Jawa Sanjaya sebagai prajurit besar. Sanjaya adalah pengikut Shiwaisme sehingga kita tahu bahwa iman Hindu telah berurat akar dengan kuat sebelum tahun 700. Sangat mengherankan kira-kira pada waktu ini, agama India kedua, Buddhisme, membuat penampilan pemunculan dalam waktu yang singkat. Tidak lama setelah candi-candi Shiwa dibangun di dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, monumen Borobudur yang indah sekali dibangun dekat Yogyakarta ke arah selatan. Diperkirakan agama Buddha adalah agama resmi Kerajaan Syailendra di Jawa Tengah pada tahun 778 sampai tahun 870. Hinduisme tidak pernah digoyahkan oleh bagian daerah lain di pulau Jawa dan tetap kuat hingga abad 14. Struktur kelas yang kaku berkembang di dalam masyarakat. Pengaruh Sansekerta menyebar luas ke dalam bahasa masyarakat di pulau Jawa. Gagasan tentang ketuhanan dan kedudukan sebagai raja dikaburkan sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan.
Di antara orang Sunda dan juga orang Jawa, Hinduisme bercampur dengan penyembahan nenek moyang kuno. Kebiasaan perayaan hari-hari ritual setelah kematian salah seorang anggota keluarga masih berlangsung hingga kini. Pandangan Hindu tentang kehidupan dan kematian mempertinggi nilai ritual-ritual seperti ini. Dengan variasi-variasi yang tidak terbatas pada tema mengenai tubuh spiritual yang hadir bersama-sama dengan tubuh natural, orang Indonesia telah menggabungkan filsafat Hindu ke dalam kondisi-kondisi mereka sendiri. J. C. van Leur berteori bahwa Hinduisme membantu mengeraskan bentuk-bentuk kultural suku Sunda. Khususnya kepercayaan magis dan roh memiliki nilai absolut dalam kehidupan orang Sunda. Salah seorang pakar adat istiadat Sunda, Prawirasuganda, menyebukan bahwa angka tabu yang berhubungan dengan seluruh aspek penting dalam lingkaran kehidupan perayaan-perayaan suku Sunda sama dengan yang ada dalam kehidupan suku Badui.
Menurut sejarawan Bernard Vlekke, Jawa Barat merupakan daerah yang terbelakang di pulau Jawa hingga abad ke-11. Kerajaan-kerajaan besar bangkit di Jawa Tengah dan Jawa Timur namun hanya sedikit yang berubah di antara suku Sunda. Walaupun terbatas, pengaruh Hindu di antara orang-orang Sunda tidak sekuat pengaruhnya seperti di antara orang-orang Jawa. Kendatipun demikian, sebagaimana tidak berartinya Jawa Barat, orang Sunda memiliki raja pada zaman Airlangga di Jawa Timur, kira-kira tahun 1020. Tetapi raja-raja Sunda semakin berada di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan Jawa yang besar. Kertanegara (1268-92) adalah raja Jawa pada akhir periode Hindu di Indonesia. Setelah pemerintahan Kertanegara, raja-raja Majapahit memerintah hingga tahun 1478, tetapi mereka tidak penting lagi setelah tahun 1389. Namun, pengaruh Jawa ini berlangsung terus dan memperdalam pengaruh Hinduisme terhadap orang Sunda

Pada tahun 1333, hadir kerajaan Pajajaran di dekat kota Bogor sekarang. Kerajaan ini dikalahkan oleh kerajaan Majapahit di bawah pimpinan perdana menterinya yang terkenal, Gadjah Mada. Menurut cerita romantik Kidung Sunda, putri Sunda hendak dinikahkan dengan Hayam Wuruk, raja Majapahit, namun Gajah Mada menentang pernikahan ini dan setelah orang-orang Sunda berkumpul untuk acara pernikahan, ia mengubah persyaratan. Ketika raja dan para bangsawan Sunda mendengar bahwa sang putri hanya akan menjadi selir dan tidak akan ada pernikahan seperti yang telah dijanjikan, mereka berperang melawan banyak rintangan tersebut hingga semuanya mati. Meski permusuhan antara Sunda dan Jawa berlangsung selama bertahun-tahun setelah episode ini, tetapi pengaruh yang diberikan oleh orang Jawa tidak pernah berkurang terhadap orang Sunda.
Hingga saat ini, Kerajaan Pajajaran dianggap sebagai kerajaan Sunda tertua. Sungguhpun kerajaan ini hanya berlangsung selama tahun 1482-1579, banyak kegiatan dari para bangsawannya dikemas dalam legenda. Siliwangi, raja Hindu Pajajaran, digulingkan oleh komplotan antara kelompok Muslim Banten, Cirebon, dan Demak dalam persekongkolan dengan keponakannya sendiri. Dengan jatuhnya Siliwangi, Islam mengambil alih kendali atas sebagian besar wilayah Jawa Barat. Faktor kunci keberhasilan Islam adalah kemajuan kerajaan Demak dari Jawa Timur ke Jawa Barat sebelum tahun 1540. Dari sebelah timur menuju ke barat, Islam menembus hingga ke Priangan (dataran tinggi bagian tengah) dan mencapai seluruh Sunda.
Orang Muslim telah ada di Nusantara pada awal tahun 1100 namun sebelum Malaka yang berada di selat Malaya menjadi kubu pertahanan Muslim pada tahun 1414, pertumbuhan agama Islam pada masa itu hanya sedikit. Aceh di Sumatera Utara mulai mengembangkan pengaruh Islamnya kira-kira pada 1416. Sarjana-sarjana Muslim menahun tanggal kedatangan Islam ke Indonesia hingga hampir ke zaman Muhammad. Namun beberapa peristiwa yang mereka catat mungkin tidak penting.
Kedatangan Islam yang sebenarnya tampaknya terjadi ketika misionaris Arab dan Persia masuk ke pulau Jawa pada awal tahun 1400 dan lambat laun memenangkan para mualaf di antara golongan yang berkuasa.
Sebelum 1450, Islam telah memperoleh tempat berpijak di istana Majapahit di Jawa Timur. Van Leur memperkirakan hal ini ditolong oleh adanya disintegrasi budaya Brahma di India. Surabaya (Ampel) menjadi pusat belajar Islam dan dari sana para pengusaha Arab yang terkenal meluaskan kekuasaan mereka. Jatuhnya kerajaan Jawa, yaitu kerajaan Majapahit pada tahun 1468 dikaitkan dengan intrik dalam keluarga raja karena fakta bahwa putra raja, Raden Patah masuk Islam. Tidak seperti pemimpin-pemimpin Hindu, para misionaris Islam mendorong kekuatan militer supaya memperkuat kesempatan-kesempatan mereka. Memang tidak ada tentara asing yang menyerbu Jawa dan memaksa orang untuk percaya, namun dipergunakan kekerasan untuk membuat para penguasa menerima iman Muhammad. Baik di Jawa Timur maupun Jawa Barat, pemberontakan dalam keluarga-keluarga raja digerakkan oleh tekanan militer Islam. Ketika para bangsawan berganti keyakinan, maka rakyat akan ikut. Meskipun demikian, Vlekke menunjukkan bahwa perang-pra keagamaan jarang terjadi di sepanjang sejarah Jawa.
Raden Patah menetap di Demak yang menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa. Ia mencapai puncak kekuasaannya menjelang 1540 dan pada waktunya menaklukkan suku-suku hingga ke Jawa Barat. Bernard Vlekke mengatakan bahwa Demak mengembangkan wilayahnya hingga Jawa Barat karena politik Jawa tidak begitu berkepentingan dengan Islam. Pada waktu itu, Sunan Gunung Jati, seorang pangeran Jawa, mengirim putranya Hasanuddin dari Cirebon, untuk mempertobatkan orang-orang Sunda secara ekstensif. Pada 1526, baik Banten maupun Sunda Kelapa berada di bawah kontrol Sunan Gunung Jati yang menjadi sultan Banten pertama. Penjajaran Cirebon dengan Demak ini telah menyebabkan Jawa Barat berada di bawah kekuasaan Islam. Pada kuartal kedua abad ke-16, seluruh pantai utara Jawa Barat berada di bawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam dan penduduknya telah menjadi Muslim. Karena menurut data statistik penduduk tahun 1780 terdapat kira-kira 260.000 jiwa di Jawa Barat, dapat kita asumsikan bahwa pada abad ke-16 jumlah penduduk jauh lebih sedikit. Ini memperlihatkan bahwa Islam masuk ketika orang-orang Sunda masih merupakan suku kecil yang berlokasi terutama di pantai-pantai dan di lembah-lembah sungai seperti Ciliwung, Citarum, dan Cisadane.

Ketika Islam masuk ke Sunda, memang ditekankan lima pilar utama agama, namun dalam banyak bidang yang lain dalam pemikiran keagamaan, sinkretisme berkembang dengan cara pandang orang Sunda mula-mula. Sejarawan Indonesia Soeroto yakin bahwa Islam dipersiapkan untuk hal ini di India. "Islam yang pertama-tama datang ke Indonesia mengandung banyak unsur filsafat Iran dan India. Namun justru komponen-komponen merekalah yang mempermudah jalan bagi Islam di sini." Para sarjana yakin bahwa Islam menerima kalau adat-istiadat yang menguntungkan masyarakat harus dipertahankan. Dengan demikian Islam bercampur banyak dengan Hindu dan adat istiadat asli masyarakat. Perkawinan beberapa agama ini biasa disebut "agama Jawa". Akibat percampuran Islam dengan sistem kepercayaan majemuk, yang sering disebut aliran kebatinan, memberi deskripsi akurat terhadap kekompleksan agama di antara suku Sunda saat ini.
Sebelum kedatangan Belanda di Indonesia pada 1596, Islam telah menjadi pengaruh yang dominan di antara kaum ningrat dan pemimpin masyarakat Sunda dan Jawa. Secara sederhana, Belanda berperang dengan pusat-pusat kekuatan Islam untuk mengontrol perdagangan pulau dan hal ini menciptakan permusuhan yang memperpanjang konflik Perang Salib masuk ke arena Indonesia. Pada 1641, mereka mengambil alih Malaka dari Portugis dan memegang kontrol atas jalur-jalur laut. Tekanan Belanda terhadap kerajaan Mataram sangat kuat hingga mereka mampu merebut hak-hak ekonomi khusus di daerah pegunungan (Priangan) Jawa Barat. Sebelum 1652, daerah-daerah besar Jawa Barat merupakan persediaan mereka. Ini mengawali 300 tahun eksploitasi Belanda di Jawa Barat yang hanya berakhir pada saat Perang Dunia II.
Peristiwa-peristiwa pada abad ke-18 menghadirkan serangkaian kesalahan Belanda dalam bidang sosial, politik, dan keagamaan. Seluruh dataran rendah Jawa Barat menderita di bawah persyaratan-persyaratan yang bersifat opresif yang dipaksakan oleh para penguasa lokal. Contohnya adalah daerah Banten. Pada tahun 1750, rakyat mengadakan revolusi menentang kesultanan yang dikendalikan oleh seorang wanita Arab, Ratu Sjarifa. Menurut Ayip Rosidi, Ratu Sjarifa adalah kaki tangan Belanda. Namun, Vlekke berpendapat bahwa "Kiai Tapa", sang pemimpin, adalah seorang Hindu, dan bahwa pemberontakan itu lebih diarahkan kepada pemipin-pemimpin Islam daripada kolonialis Belanda. (Sulit untuk melakukan rekonstruksi sejarah dari beberapa sumber karena masing-masing golongan memiliki kepentingan sendiri yang mewarnai cara pencatatan kejadian.)
Selama 200 tahun pertama Belanda memerintah di Indonesia, sedikit masalah yang dikaitkan dengan agama. hal ini terjadi karena secara praktis Belanda tidak melakukan apa-apa untuk membawa kekristenan, yakni agama yang dianut bangsa Belanda, kepada penduduk Indonesia. Hingga tahun 1800, ada "gereja kompeni" yakni "gereja" yang hanya namanya saja karena hanya berfungsi melayani kebutuhan para pekerja Belanda di Perusahaan Hindia Timur (VOC). Badan ini mengatur seluruh kegiatan Belanda di kepulauan Indonesia. Hingga abad ke-19 tidak ada kota bagi anak-anak Indonesia sehingga rakyat tidak mempunyai cara untuk mengetahui kekristenan.
Pada pergantian abad ke-19, VOC gulung tikar dan Napoleon menduduki Belanda. Pada 1811, Inggris menjadi pengurus Hindia Timur Belanda. Salah satu inisiatif mereka adalah membuka negeri ini terhadap kegiatan misionaris. Walaupun demikian, hanya sedikit yang dilakukan di Jawa hingga pertengahan abad tersebut. Kendati demikian, beberapa fondasi telah diletakkan di Jawa Timur dan Jawa Tengah yang menjadi model bagi pekerjaan di antara orang Sunda.
Kesalahan politik yang paling terkenal yang dilakukan Belanda dimulai pada tahun 1830. Kesalahan politik ini disebut sebagai Sistem Budaya (Cultuurstelsel), namun sebenarnya lebih tepat jika disebut sistem perbudakan. Sistem ini mengintensifkan usaha-usaha pemerintah untuk menguras hasil bumi yang lebih banyak yang dihasilkan dari tanah ini. Sistem budaya ini memeras seperlima hasil tanah petani sebagai pengganti pajak. Dengan mengadakan hasil panen yang baru seperti gula, kopi, dan teh, maka lebih besar lagi tanah pertanian yang diolahnya. Pengaruh ekonomi ke pedesaan bersifat dramatis dan percabangan sosialnya penting. Melewati pertengahan abad, investasi swasta di tanah Jawa Barat mulai tumbuh dan mulai bermunculan perkebunan-perkebunan. Tanah diambil dari tangan petani dan diberikan kepada para tuan tanah besar. Menjelang 1870, hukum agraria dipandang perlu untuk melindungi hak-hak rakyat atas tanah.
Pada tahun 1851 di Jawa Barat, suku Sunda berjumlah 786.000 jiwa. Dalam jangka waktu 30 tahun jumlah penduduk menjadi dua kali lipat. Priangan menjadi titik pusat perdagangan barang yang disertai arus penguasa dari Barat serta imigran-imigran Asia (kebanyakan orang Tionghoa). Pada awal abad ke-19 diperkirakan bahwa sepertujuh atau seperdelapan pulau Jawa merupakan hutan dan tanah kosong. Pada tahun 1815 seluruh Jawa dan Madura hanya memiliki 5 juta penduduk. Angka tersebut bertambah menjadi 28 juta menjelang akhir abad tersebut dan mencapai 108 juta pada tahun 1990. Pertumbuhan populasi di antara orang Sunda mungkin merupakan faktor non-religius yang paling penting di dalam sejarah suku Sunda.
Karena lebih banyak tanah yang dibuka dan perkampungan-perkampungan baru bermunculan, Islam mengirim guru-guru untuk tinggal bersama-sama dengan masyarakat sehingga pengaruh Islam bertambah di setiap habitat orang Sunda. Guru-guru Islam bersaing dengan Belanda untuk mengontrol kaum ningrat guna menjadi pemimpin di antara rakyat. Menjelang akhir abad, Islam diakui sebagai agama resmi masyarakat Sunda. Kepercayaan-kepercayaan yang kuat terhadap banyak jenis roh dianggap sebagai bagian dari Islam. Kekristenan, yang datang ke tanah Sunda pada pertengahan abad memberikan dampak yang sedikit saja kepada orang-orang di luar kantong Kristen Sunda yang kecil.
Sejarah Sunda di abad ke-20 dimulai dengan reformasi di banyak bidang. Pemerintah Belanda mengadakan Kebijakan Etis pada tahun 1901 karena dipengaruhi oleh kritik yang tajam di berbagai bidang. Reformasi ini terutama terjadi dalam bidang ekonomi, meliputi perkembangan bidang pertanian, kesehatan, dan pendidikan. Rakyat merasa diasingkan dengan tradisi ningrat mereka sendiri dan Islam menjadi jurubicara mereka menentang ekspansi imperialistik besar yang sedang berlangsung di dunia melalui serangan ekonomi negara-negara Eropa. Islam merupakan salah satu agama utama yang mencoba menyesuaikan diri dengan dunia modern. Gerakan reformator yang dimulai di Kairo pada tahun 1912 diekspor ke mana-mana. Gerakan ini menciptakan dua kelompok utama di Indonesia. Kelompok tersebut adalah Sarekat Islam yang diciptakan untuk sektor perdagangan dan bersifat nasionalis. Kelompok yang lain adalah Muhammadiyah yang tidak bersifat politik, namun berjuang untuk memenuhi kebutuhan rakyat akan pendidikan, kesehatan, dan keluarga.
Yang menonjol dalam sejarah orang Sunda adalah hubungan mereka dengan kelompok-kelompok lain. Orang Sunda hanya memiliki sedikit karakteristik dalam sejarah mereka sendiri. Ayip Rosidi menguraikan lima rintangan yang menjadi alasan sulitnya mendefinisikan karakter orang Sunda. Di antaranya, ia memberikan contoh orang Jawa sebagai satu kelompok orang yang memiliki identitas jelas, bertolak belakang dengan orang-orang Sunda yang kurang dalam hal ini.
Secara historis, orang Sunda tidak memainkan suatu peranan penting dalam urusan-urusan nasional. Beberapa peristiwa yang sangat penting telah terjadi di Jawa Barat, namun biasanya peristiwa-peristiwa tersebut bukanlah kejadian yang memiliki karakteristik Sunda. Hanya sedikit orang Sunda yang menjadi pemimpin, baik dalam hal konsepsi maupun implementasi dalam aktivitas-aktivitas nasional. Memang banyak orang Sunda yang dilibatkan dalam berbagai peristiwa pada abad ke-20, namun secara statistik dikatakan mereka tidak begitu berperan. Pada abad ini, sejarah orang Sunda pada hakekatnya merupakan sejarah orang Jawa.
Agama di antara orang Sunda adalah seperti bentuk-bentuk kultural mereka yang lain yang pada umumnya, mencerminkan agama orang Jawa. Perbedaan yang penting adalah kelekatan yang lebih kuat kepada Islam dibanding dengan apa yang dapat ditemukan di antara orang Jawa. Walaupun kelekatan ini tidak sebesar suku Madura atau Bugis, namun cukup penting untuk mendapat perhatian khusus bila kita melihat sejarah orang Sunda.
Salah satu aspek yang sangat penting dalam agama-agama orang Sunda adalah dominasi kepercayaan-kepercayaan pra-Islam. Kepecayaan itu merupakan fokus utama dari mitos dan ritual dalam upacara-upacara dalam lingkaran kehidupan orang Sunda. Upacara-upacara tali paranti (tradisi-tradisi dan hukum adat) selalu diorientasikan terutama di seputar penyembahan kepada Dewi Sri (Nyi Pohaci Sanghiang Sri). Kekuatan roh yang penting juga adalah Nyi Roro Kidul, tetapi tidak sebesar Dewi Sri; ia adalah ratu Laut Selatan sekaligus pelindung semua nelayan. Di sepanjang pantai selatan Jawa, rakyat takut dan selalu memenuhi tuntutan dewi ini hingga sekarang. Contoh lain adalah Siliwangi. Siliwangi adalah kuasa roh yang merupakan kekuatan dalam kehidupan orang Sunda. Ia mewakili kuasa teritorial lain dalam struktur kosmologis orang Sunda.
Dalam penyembahan kepada ilah-ilah, sistem mantera magis juga memainkan peran utama berkaitan dengan kekuatan-kekuatan roh. Salah satu sistem tersebut adalah Ngaruat Batara Kala yang dirancang untuk memperoleh kemurahan dari dewa Batara Kala dalam ribuan situasi pribadi. Rakyat juga memanggil roh-roh yang tidak terhitung banyaknya termasuk arwah orang yang telah meninggal dan juga menempatkan roh-roh (jurig) yang berbeda jenisnya. Banyak kuburan, pepohonan, gunung-gunung dan tempat-tempat serupa lainnya dianggap keramat oleh rakyat. Di tempat-tempat ini, seseorang dapat memperoleh kekuatan-kekuatan supranatural untuk memulihkan kesehatan, menambah kekayaan, atau meningkatkan kehidupan seseorang dalam berbagai cara.
Untuk membantu rakyat dalam kebutuhan spiritual mereka, ada pelaksana-pelaksana ilmu magis yang disebut dukun. Dukun-dukun ini aktif dalam menyembuhkan atau dalam praktik-praktik mistik seperti numerologi. Mereka mengadakan kontak dengan kekuatan-kekuatan supranatural yang melakukan perintah para dukun ini. Beberapa dukun ini akan melakukan ilmu hitam tetapi kebanyakan adalah jika dianggap sangat bermanfaat oleh orang Sunda. Sejak lahir hingga mati hanya sedikit keputusan penting yang dibuat tanpa meminta pertolongan dukun. Kebanyakan orang mengenakan jimat-jimat di tubuh mereka serta meletakkannya pada tempat-tempat yang menguntungkan dalam harta milik mereka. Beberapa orang bahkan melakukan mantera atau jampi-jampi sendiri tanpa dukun. Kebanyakan aktivitas ini terjadi di luar wilayah Islam dan merupakan oposisi terhadap Islam, tetapi orang-orang ini tetap dianggap sebagai Muslim.
Memahami orang Sunda pada zaman ini merupakan tantangan yang besar bagi sejarawan, antropolog, dan sarjana-sarjana agama. Bahkan sarjana-sarjana Sunda yang terkemuka segan untuk mencoba melukiskan karakter dan kontribusi rakyat Sunda. Agaknya, melalui berbagai cara masyarakat Sunda telah terserap ke dalam budaya Indonesia sejak 50 tahun yang lalu.

sejarah sunda

Kata Sunda artinya Bagus/ Baik/ Putih/ Bersih/ Cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah ada sejak jaman Salaka Nagara tahun 150 sampai ke Sumedang Larang Abad ke- 17, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun.
Sunda merupakan kebudayaan masyarakat yang tinggal di wilayah barat pulau Jawa dengan berjalannya waktu telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Sebagai suatu suku, bangsa Sunda merupakan cikal bakal berdirinya peradaban di Nusantara, di mulai dengan berdirinya kerajaan tertua di Indonesia, yakni Kerajaan Salakanagara dan Tarumanegara sampai ke Galuh, Pakuan Pajajaran, dan Sumedang Larang. Kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang cinta damai, selama pemerintahannya tidak melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Keturunan Kerajaan Sunda telah melahirkan kerajaan- kerajaan besar di Nusantara diantaranya Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon, Kerajaan Banten, dll.

papatah sunda

PEPATAH SUNDA

PEPATAH, WANGSIT dan PAPAGON dari TATAR SUNDA dulu …..

Inilah pesan-pesan dari sesepuh di Tatar Sunda (Priangan – Jawa Barat) sejak abad ke-18 (yang pernah terecord), yang umumnya masih valid dan bermanfaat untuk dipakai sebagai tanda-tanda masa depan, nasihat untuk Pegangan Hidup, atau Petunjuk untuk mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat, menegakkan Tauhid / Unity, mengusahakan adanya kerukunan dan kedamaian dalam masyarakat yang cinta damai (peace loving community) untuk mencari barkat dan rahmat Allah Maha Kuasa, mengupayakan rakyat yang makmur dan sejahtera. Kecuali jika ada hal-hal yang “superseded” atau “updated” dengan datangnya Imam Mahdi, Al-Masih Mau’ud a.s. pada akhir abad ke-19 “Love for All and Hatred for None”; mangga…, silahkan!

Paksakeun sing daraek sholat. Sabab wujudnya aksara ISLAM teh disusun ku SHOLAT anu lima waktu, nyaeta – Paksakan supaya mau melaksanakan shalat, sebab wujud dari tulisan “Islam” itu disusun oleh SHALAT lima waktu yaitu: I …sa, S ...ubuh, L … ohor, A … sar, M …agrib. Dengarkan juga nasihat Khutbah Jum’at Hudhur aba dari Mesjid Baitut Tauhid, St Pietro de Casale, Bologna Italy, 16 April 2010, tentang kewajiban melaksanakan Shalat.

Isuk jaganing geto …… di tengah-tengah Situ Kaparabon bakal aya TUTUMPAKAN anu MAJUNA ku SEUNEU – Kapan-kapan nanti, di tengah-tengah Situ Kaparabon akan ada sarana transportasi yang dijalankan dengan api (mesin motor bakar – combustion engine).

Mun Pulo Jawa geus dirante beusi, julang ngapak ngawang-ngawang, silaing indit ti tatar kulon ka tatar wetan bari mawa endog borojolan, mun geus tepi ka tatar wetan, haneutna eta endog euy, masih karasa keneh – Jika Pulau Jawa sudah diikat dengan rante besi (rel kereta api) burung terbang di angkasa (kapal terbang), kamu berangkat dari Barat ke Timur sambil membawa telor yang baru diperocotkan, hangatnya telor itu euy masih dapat terasa …..

(Ujang) Amir, Ojo, ku silaing baris kaalaman mangke jaganing jaga bakal aya HUJAN LEBU –
Amir, Ojo, oleh kamu-kamu akan dialami besok lusa nanti, akan ada HUJAN ABU!

Jaga aya sora hawar-hawar nu datangna ti tungtung kaler, ngaguruh pating jelegur aya garuda megarkeun endog, genjlong saamparan jagat. Palangsiang dunya rek kiamat. Ari di urang Nusa Sunda rame ku nu mangpring, prangpringna sabuluh-buluh gading – Nanti ada suara sayup-sayup yang hampir tidak terdengar, datang dari sebelah Utara (Jepang nyerbu dengan diam2), yang menghebohkan seluruh dunia. Barangkali dunia ini akan kiamat, tapi di Tatar Sunda sih ….. .. prangpringna sabuluh-buluh gading (nyao atuh).

Ulah sieun maot, sabab urang pasti ngalaman maot. Tapi anu kudu sieun mah, saenggeusna urang maot, anu bakal hirup langgeng di aherat, naha urang geus boga bebekelan pikeun hitup di aherat? – Jangan takut mati, karena kita pasti akan mengalami maut; tetapi yang harus ditakutkan, ialah setelahnya mati itu, yang akan hidup kekal di akhirat, apakah sudah punya perbekalan untuk hidup di akhirat nanti?

Mun boga kenur sadeupa ulah niat nyoba nekad nguseup ka sagara - Kalau hanya punya tali pancing kenur satu depa, janganlah nekat untuk mencoba-coba mancing di lautan.

Mun geus nyaho ulah poho, tangtu moal kabobodo. Mun geus ngarti ulah lali, pinasti moal pahili. Lamun rasa geus rumasa, kade ulah asa-asa, hirup moal katambias. Mun geus iman ulah mangmang, moal kagembang ku nu herang – Kalau sudah tahu jangan lupa, maka tidak akan tertipu. Kalau sudah mengerti jangan lupa, takdir tidak akan tertukar. Kalau perasaan sudah punya rasa, jangan ragu-ragu, hidup tidak akan tersisihkan. Kalau sudah beriman janganlah ragu-ragu, tidak akan tertarik oleh gemerlapnya keduniawian.
Bejakeun nu saenyana jeung sajujurna yen rasana uyah teh asin – Katakanlah dengan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya, bahwa rasa garam itu adalah asin (Berkata benar dan jujur).

Tiis ibun ampih pikir; nyaho ka badan pribadi, tangtu nyaho Ka-Islamanana. Sing karasa sing kapanggih, ari anu tujuh lawang jadi RATU, aya dina diri – Sejuknya embun dan tenteramnya pikiran; tahu akan keadaannya sendiri, tentu tahu akan ke-ISLAM-annya. Supaya terasa dan agar ketemu, bahwa tujuh pintu untuk menjadi kekasih TUHAN itu ada di dalam diri pribadinya.

Jisim ngarasa nyeri, raga ngarasa lara, hate ngarasa cape. Hareudang nyandang wiwirang, perbawa hawa napsu, ujub sub’ah takabur, jeung ria panggoda setan – Diri merasa sakit, badan terasa merana, ati merasa capek. Gerah karena harus menanggung dosa yang memalukan, dikarenakan terbawa nafsu, ujub sok, sub’ah, takabur dan ria, karena godaan Syaithan.

Mun jaga maraneh jadi PAMINGPIN, kudu mibanda JIWA WIBAWA, KOMARA, jeung langkahna panceg dina GIRI JALADRI, SURTA PAWAKA, Nu kitu disebut JIWA AGUNG, ADIL PARAMARTA - Kalau nanti kalian diangkat menjadi PEMIMPIN, haruslah memiliki JIWA yang ber-WIBAWA, memiliki charisma KOMARA, dengan langkah yang mantap panceg dalam GIRI JALADRI, SURTA PAWAKA, Itulah yang disebut JIWA AGUNG, ADIL PARAMARTA. (Menegakkan Keadilan itu adalah jauh lebih luhur daripada menegakkan Hukum; menegakkan hukum, hanyalah merujuk pada pasal tertentu hukum perundang-undangan, yang bisa dikomoditikan; jika menggunakan pasal yang ini, hukumannya begini, dengan menggunakan pasal yang itu hukumannya begitu, jadi bisa diatur dan ditawarkan kepada pihak siapa yang akan dibela dan pihak mana yang harus ditolong, tetapi menegakkan keadilan itu tidak dapat dijual-belikan, dan harus dengan menggunakan perasaan – rasa keadilan, MK).

Pangkat ukur pupulasan, banda ngan ukur titipan; nyawa ukur gagaduhan. Tetela jeung rumasa, manusa tuna kaboga - Pangkat hanyalah hiasan bedak, harta benda hanyalah titipan, nyawa hanya pemilikan sementara. Jelaslah dan rasakanlah bahwa manusia itu tidak punya apa-apa.

Lauk laut mah, sanajan hirup dina cai asin, tapi rasa dagingna teu kabawakeun asin. Pieunteungeun – PAMADEGAN – Ulah kapangaruhan lingkungan, tong rempan katiup topan, ISTIQAMAH ulah GOYAH - Ikan laut itu, walaupun hidup di dalam air yang masin, tetapi rasa dagingnya tidak terbawa jadi asin. Untuk dijadikan contoh bahwa – PENDIRIAN itu – jangan terpengaruh oleh keadaan lingkungan (yang buruk), jangan khawatir karena tertiup taufan, tetaplah ber- ISTIQAMAH dan janganlah goyang.

Mas perak inten juminten, jamrut yakut, berlian kancana wulan; merah delima sutrajingga, rinukmi biduri asri. Eta perhiasan alam endah, tapi perhiasan nu leuwih endah mah ISTRI NU SHALEH, Mustika anugrah Allah - Mas perak intan berlian, jamrut yakut, berlian kancana wulan; merah delima sutrajingga, rinukmi biduri asri. Itulah perhiasan alam dunia yang indah, tetapi perhiasan nu lebih indah lagi sih ISTRI yang SHALEH, Mustika anugerah Allah.

Singgetna; hirup ngan sapoe sapeuting, sabab, umur diburu ku waktu. Waktu nu beurang nu mana, waktu peuting nu mendi, urang dimangsa ajal? Numatak beurang peuting salilana kudu eling – Singkatnya, hidup ini cuma sehari satu malam, sebab umur itu dikejar oleh waktu. Waktu siang yang mana, malam yang mana, kita akan menemui ajal? Oleh karena itu siang dan malam harus selalu dan selamanya sadar dan ingat (berzikir kepada Tuhan Maha Kuasa).